“Kebenaran tentang Kasih Kristus”
Refleksi PPL: Senin, 22 September 2014-Jumat, 3 Oktober 2014
Saya mengucap syukur kepada Tuhan Yesus atas kesempatan ketika saya dapat mengikuti praktikum pertama di Sekolah Lentera Harapan Curug mulai tanggal 22 September sampai 3 Oktober 2014. Banyak hal yang saya pelajari selama 10 hari di sekolah tersebut. Mulai dari lingkungan fisik sekolah, peraturan-peraturan yang ada, kondisi ruang kelas, sikap para leader, guru, CCTT, dan terutama dari murid-murid yang saya temui.
Saya melakukan observasi di kelas 2 A dengan wali kelas Ibu Fitria Krisnawati. Saya disambut ramah oleh Ibu Fitria yang adalah mentor saya. Kegiatan pembelajaran dari tanggal 22 September sampai 26 September merupakan kegiatan mereviu materi-materi yang telah dipelajari sebagai persiapan UTS. Bahkan terdapat beberapa pelajaran yang telah diujikan terlebih dahulu dalam minggu tersebut, karena ujian dilakukan dalam bentuk praktek.
Suasana sekolah dengan tema “Sekolahku Keluargaku” untuk bulan September, dan “Bersama Keluargaku Melayani Tuhan” untuk bulan Oktober sangat terasa aplikasinya. Relasi antar komponen sekolah menunjukkan bahwa mereka adalah satu keluarga. Saling mendukung, mengingatkan, menegur, dan membimbing satu sama lain.
Kesan pertama ketika saya memasuki kelas 2 A adalah saya sangat kagum dengan penataannya. Kelas dengan ukuran yang tidak terlalu luas, ditata dengan sangat rapi dan indah. Setiap atribut yang ada di dalam kelas adalah atribut yang benar-benar dipakai dalam kegiatan pembelajaran. Terdapat pula prosedur-prosedur kelas yang sangat membantu terciptanya pembelajaran yang kondusif.
Setiap pagi para guru akan melakukan devosi bersama kepala sekolah dan para staf. Begitu pula para murid dan wali kelas akan melakukan devosi pagi dalam kelas sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran pada hari tersebut. Saya melihat setiap murid memiliki Alkitab yang diletakkan di laci meja masing-masing. Mereka telah mengenal berbagai kisah dalam Alkitab dan tahu siapa Yesus Kristus dalam hidup mereka. Ketika akan mengikuti kuis, setiap murid akan mengambil sikap doa dan berdoa sebelum mulai mengerjakan kuis. Saya sungguh merasa terberkati menyaksikan proses pembelajaran di kelas ini.
Hal yang sama juga terjadi di kelas 6 B saat saya mengobservasi guru kedua. Saya melihat Ibu Rita sangat ceria dan bersemangat dalam mengajar. Para murid menunjukkan sikap sopan dan santun dalam bertutur kata dan bertingkah laku. Mereka telah dibentuk sedemikian rupa oleh para guru di SLH Curug ini. Murid-murid sangat aktif dalam pembelajaran, dan memiliki semangat untuk saling mendukung satu sama lain. Murid yang sudah memahami materi akan menemui temannya yang belum mengerti untuk membantu menjelaskan. Begitu pula murid yang masih belum mengerti akan bersikap terbuka untuk bertanya dan memperhatikan penjelasan temannya.
Banyak hal yang saya pelajari melalui praktikum di sekolah ini. Kepala sekolah, guru-guru, dan para staf mempunyai satu semangat yang sama. Mereka benar-benar menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan total. Masuk pagi dan pulang sore, bahkan hingga malam hari di sekolah bukanlah masalah bagi mereka. Jika terdapat guru yang tidak hadir, guru yang lain akan membagi tugas mengajar untuk menggantikan guru tersebut. Para guru juga saling mendoakan guru atau murid yang mengalami sakit penyakit atau persoalan tertentu. Tampak jelas bahwa semua komponen sekolah telah bekerja sama dengan baik sebagai satu keluarga.
Ketika saya melihat dan merefleksikan semua ini, saya mendapati bahwa saya bukan siapa-siapa. Saya belum bisa seperti guru-guru di SLH Curug yang sanggup mengerjakan berbagai tugas. Saya belum mampu mengontrol satu per satu murid di kelas sama seperti mentor saya. Murid dengan berbagai latar belakang, berbagai persoalan keluarga, dan berbagai keunikan serta cara belajar yang berbeda-beda membuat saya mengerti bahwa menjadi guru bukanlah satu tanggung jawab yang mudah.
Menjadi guru tidak hanya mengajarkan konten, tetapi guru juga harus membina dan membentuk sikap murid untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Guru harus mengorbankan banyak hal dalam mendidik para murid. Bukan hanya tenaga, pikiran, perasaan, dan waktu, akan tetapi terkadang materi pun harus dikorbankan. Saya menyadari bahwa saya masih harus banyak belajar mengenai semua hal ini. Saya harus belajar mengontrol emosi, mengerjakan administrasi, memanajemen dokumen-dokumen, lebih teliti lagi, lebih mengembangkan bakat saya, memperdalam konten, memaknai setiap hal yang saya kerjakan, belajar merespon setiap aturan dengan benar, dan meningkatkan rasa tanggung jawab.
Hal-hal tersebut merupakan perlengkapan yang harus saya miliki sebagai guru. Saya mengakui bahwa saya tidak mungkin bisa menjalankan semuanya itu jika saya tidak bersandar pada Tuhan. Sama seperti para leader, guru dan staf di SLH Curug. Mereka mampu melakukan semua itu karena mereka bersandar pada Tuhan. Mereka mau melayani para murid dan orang tua karena mereka menyadari betapa besar kasih Allah dalam kehidupan mereka, sehingga segala sesuatu yang sekolah lakukan memiliki satu tujuan yang mulia yaitu membagikan kebenaran tentang kasih Kristus kepada para murid dan orang tua.
Mentor saya mengatakan bahwa beliau tidak mungkin mau dan sanggup bertahan di sekolah ini jika bukan untuk melayani Tuhan. Saya pun menyadari hal tersebut. Saya teringat sebuah kisah dalam Alkitab mengenai seorang Farisi bernama Simon yang mengundang Tuhan Yesus untuk datang makan di rumahnya. Simon tidak melayani Tuhan Yesus layaknya seorang tamu sesuai tradisi orang Yahudi masa itu. Akan tetapi datanglah seorang perempuan berdosa yang menangis di kaki Yesus, membasahi kaki Yesus dengan air matanya, menyeka kaki Yesus dengan rambut, dan mencium serta meminyaki kaki Yesus dengan minyak wangi.
Terkadang saya sama seperti Simon yang merasa saya tidak begitu berdosa. Hal ini membuat saya menjalani hidup ini dengan hanya berfokus pada diri saya, tentang apa yang saya kerjakan dan apa yang akan saya terima. Namun ketika saya merefleksikan kisah tersebut, saya mendapati bahwa perempuan berdosa itu sangat menyadari bahwa dirinya tidak layak datang dihadapan Tuhan. Perempuan itu datang melayani Tuhan dengan mengorbankan segalanya. Merendahkan diri, menanggung malu, serta mengorbankan uang untuk membeli minyak wangi yang hanya digunakan untuk meminyaki kaki Yesus. Hanya kaki Yesus. Dia melakukan hal tersebut karena dia menyadari dan mengalami anugerah Tuhan yang besar dalam hidupnya. "Grace" yang membuat dia merasa "Amazed".
Praktikum pertama ini membuat saya mengerti bahwa orang yang diampuni dosanya adalah orang yang mengerti mengapa harus melayani Tuhan. Saya adalah orang yang telah menerima pengampunan Tuhan, maka saya berjanji untuk lebih lagi mempersiapkan diri dengan berbagai hal yang harus saya kembangkan dan yang harus saya dalami untuk menjadi pelayan-Nya. Saya mau memberitakan kebenaran tentang kasih Kristus yang begitu besar dalam hidup saya melalui pelayanan saya kepada para murid di kelas saya nantinya. Saya mau lebih dekat dan bersandar pada Kristus.
Pelayanan adalah anugerah. Maka melayani sebagai guru adalah kesempatan yang Tuhan anugerahkan pada saya yang dilayakkan oleh-Nya. Biarlah melalui hidup saya, para murid dapat merasakan kasih Kristus yang nyata. Sehingga semua mulut mengaku dan percaya bahwa Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus adalah sumber kebenaran yang sejati.
Rutsri M. Pian